Kelompok Kerja Guru (KKG) memiliki tujuan yang sangat mulia. Dalam semangat pembentukaknya, KKG dimaksudkan sebagai forum
guru SD/MI untuk saling berbagi permasalahan dan penyelesaian berbagai
problem pendidikan yang dihadapi. Sejatinya KKG merupakan ruang bersama
yang dimiliki guru untuk mewujudkan keberhasilan pembelajaran yang pada
girilannya turut menyumbang peran dalam keberhasilan pendidikan.
Namun pada praktiknya, KKG berjalan seperti kelebihan muatan.
Padahal, setiap diselenggarakan KKG justru banyak guru yang tidak
datang. Ketidakhadiran guru tentu ada banyak alasan. Sebabnya ada
anggapan umum yang mempertanyakan kemanfaatannya. Dalam bahasa
sarkasme-nya, “Ngapain datang jika tidak ada manfaatnya sama sekali?”
Untuk mengatasi hal itu, penyusunan program kerja beserta sosialisasi
yang baik kepada guru menjadi sangat penting. Program kerja tidak harus
“melangit” tetapi harus bisa “membumi”. Program itu dapat mengena ke
akar permasalahan yang dihadapi guru. Kontekstual. Lebih-lebih harus
bebas dari keluar biaya. KKG tidak memiliki sokongan dana, kecuali dana
dari guru dan atau mendapat bantuan dana blockgrant.
Dalam penyusunan program kerja KKG perlu dibenahi. Jika selama ini disusun dengan pertanyaan awal “apa materi kegiatan?” untuk kali ini dapat diganti dengan “siapa yang menjadi narasumbernya?”
Kepala Sekolah bisa dipilih sebagai narasumber. Bukankah ia juga
merupakan guru. Hanya saja ia diangkat dalam jabatan itu dan masih
memiliki kewajiban mengajar minimal
6 jam per minggu dari 37,5 jam kerjanya. Kapabilitas dan pengalaman
yang dimiliki tentu lebih dibanding guru lainnya. Tentunya ia juga akrab
dengan permasalahan pendidikan.
Penentuan materi dapat dipilih sendiri oleh Kepala Sekolah sebagai
narasumber. Biarkanlah ia menentukan materi apa yang benar-benar
dikuasai. Yang penting tidak melenceng dari delapan Standar Nasional Pendidikan.
Sementara itu, Pengawas Sekolah dan jajaran di Dinas Pendidikan
seyogyanya dapat berperan sebagai motivator, pengarah, pembimbing dan
pengontrol perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan KKG. Jangan
sampai bertindak selayaknya hakim yang memutus benar-salah, baik-buruk
dan boleh tidaknya suatu kegiatan KKG yang justru bakal mencederai guru.
Jangan sampai guru terasing di dalam dunianya. Guru bisa terlena
karena menganggap dirinya sebagai pusat dari pendidikan. Guru bisa
benar-benar bodoh karena menganggap dirinya paling pintar. Melalui KKG semua hal buruk itu tak akan terwujud.
Komentar